http://www.webdirectory.com/Science/Agriculture/ Dialektika Pertanian Lahan Kering: Mengapa ditemukan adanya fenomena petani lahan kering cenderung menghindar dari jenis usahatani lahan basah, walaupun terdapat sejumlah potensi pertanian lahan basah?

Mengapa ditemukan adanya fenomena petani lahan kering cenderung menghindar dari jenis usahatani lahan basah, walaupun terdapat sejumlah potensi pertanian lahan basah?

Bookmark and Share

Fred L. Benu

Usahatani adalah suatu pilihan hidup (way of life) bukan  rasionalitas ekonomi semata.  Jika hanya soal rasionalitas ekonomi, maka usahatani akan dihadapkan pada pilihan sumberdaya dengan berbagai manfaat ekonomi yang mungkin akan diperoleh.  Tapi jika usahatani adalah suatu pilihan hidup, maka rasionalitas ekonomi hanya merupakan salah satu aspek yang menjadi dasar pertimbangan seorang petani lahan kering memilih jenis usahataninya diantara berbagai aspek yang menentukan hidup matinya seseorang.  Petani harus pula mempertimbangan aspek sosial budaya, aspek teknis budidaya, aspek religius, aspek keamanan (food sequrity),dsb. Walaupun ada prioritas pertimbangan, namun semua aspek yang disebutkan di atas secara bersama-sama mendeterminasi seorang petani memilihi suatu jenis usahatani tertentu. 
Cerita tentang bagaimana petani di beberapa lokasi di NTT (dataran Mbai di Flores dan Dataran Bena di Timor)  yang walaupun memiliki sejumlah potensi lahan basah dengan suplai air yang cukup sepanjang  tahun, tetapi karena alasan kultur masyarakat setempat yang tabu dengan air tergenang sehingga enggan memanfaatkan potensi lahan basah dimaksud adalah suatu contoh cerita menarik.  Para petani lahan kering ini malah semaakin terdesak ke daerah kering marginal di pegunungan seiring dengan semakin dieksploitasi nya sumberdaya lahan dimaksud oleh kaum pendatang yang bisa memanfaatkan potensi sumberdaya dimaksud.
Demikian pula masyarakat di Merauke-Papua yang memiliki sumberdaya lahan dan air yang sangat besar potensinya untuk usahatani lahan  basah, tapi tidak dimanfaatkan karena masyarakatnya tidak berbudaya usahatani lahan basah.  Masyarakat memilih untuk hanya mengumpulkan makanan yng melimpah dari hutan dibanding harus bersusah payah mengerjakan lahan usaha yang ada. Kalaupun sebagian masyarakatnya sudah melakukan kegiatan budidaya tanaman, maka itupun dilakukan secara terbatas di sejumlah spot lahan kering untuk budidaya ubi njalar secara tradisional.  Yang jelas masyarakat asli Merauke pasti akan semakin tidak memiliki akses untuk usahatani lahan basah ijka rencana pemerintah sejak awal 2010 untuk pengembangan kawasan pangan dalam skala luas atau food estate di Kabupaten Merauke tidak dirancang untuk melibatkan masyarakat didalamnya. Program food estate ini  diperkirakan memerlukan investasi sekitar Rp50 triliun hingga Rp60 triliun dengan luas potensil sekitar 200.000 hektare dan tambahan produksi padi (beras) mencapai satu juta ton.

Tidak ada komentar:

Cari Informasi